Minggu, 09 Januari 2011

Rindu

Ada rindu yang sangat, ada harapan yang tak singkat.
Lihatlah sejauh apa jarak yang terbentang, waktu yang tak sama,

Aku rindu,
Pada apa yang telah dilalui,
Pada kehidupan yang telah dihadapi,

Sejauh apapun itu, seberbeda apapun dunia yang dihadapi, biarkan hati tetap bersama,
biarkan kasih sayang selalu mengiringi, dan izinkan cinta tetap menjadi penghuni diantara jiwa-jiwa.

Aku rindu,
Pada hari yang kan datang,
Pada kehidupan yang akan kembali dijalani,

Jangan pisahkan hati saat jarak tak mengampuni raga,
Jangan tinggalkan cinta ketika waktu tak memberi ruang pada jiwa.

Tetaplah mencintai hati yang sedang merindui,
Tetaplah rindui jiwa yang sepenuhnya menyerah.

Rindu, rinduilah.
Cinta, cintailah.

Tetaplah seperti sebelum jarak menentang,
Tetaplah seperti sebelum waktu memisahkan.

Akan ada yang tetap menunggu kehadiran kembali raga disisi, dengan cinta yang sama, dengan wajah yang merona, dengan mata yang berkaca-kaca bahagia.
Maka kembalilah dengan hati seperti saat sebelum jiwa-jiwa berjarak.

Bandung, 3 Oktober 2009
Fitriani

Cinta pada Cinta

Ada yang tak dapat dimengerti dari cinta seandainya tak pernah merasakan cinta. Namun tetap ada yang menjadi misteri ketika merasakan cinta di hati. Ada yang bahagia, ada yang menderita, ada yang terpenjara karena cinta. Manusia hidup, maka cinta pun hidup, sebuah rasa yang selalu mengiringi perjalanan hidup manusia.
Dan kini aku tersungkur, karena cinta, mencurahkan segalanya pada Sang Maha Cinta, tentang hati, tentang jiwa, tentang rasa, tentang cinta. Semuanya, semua yang pernah kurasakan, bahagia, menderita, kecewa, terluka, oleh perasaan cinta pada manusia.
Kini aku tenggelam dalam pengaduanku tentang apa yang kurasakan, hanyut dalam ketakjuban dan keajaiban dari Sang Maha Cinta. Larut, dalam penghayatan tentang betapa wajibnya bersyukur atas cinta yang telah diberi-Nya.
Hati ini pernah luka, ya, karena rasa cinta.
Hati ini pernah sangat menderita, ya, juga karena rasa cinta.
Hati ini bahagia, ya, karena menyadari tentang beruntungnya aku mendapatkan anugerah dari-Nya. Bukan sekedar cinta, bukan sekedar mencintai. Tapi kecintaan pada hakikat cinta. Cinta pada apa yang ada. Pada yang kusadari seutuhnya.

Bandung, 17 Oktober 2009
Fitriani

Aku Mengerti

Aku mengerti, sangat memahami, hatiku kini.
keyakinan itu datang dengan cara yang kejam, meninggalkan luka yang terlalu dalam.
firasat itu...teryakinkan, terbuktikan.
ternyata aku hanya butuh 1 pembuktian untuk meyakinkan semua yang kurisaukan...
keyakinan itu datang dengan perih yang luar biasa, dengan pahit yang tiba-tiba. ya, tiba-tiba.
sakit. namun aku beruntung, mengetahuinya saat ini. aku beruntung terluka saat ini.
hanya rasa beruntung itu yang mampu membuat hatiku sedikit terobati, meski kecewa dan marah itu masih ada. kecewa, marah, ya... sangat. Akhirnya semua akan mudah dan lebih ringan seperti aku yang biasanya. aku mengerti, dan aku akan kembali... menjadi seperti aku yang kusukai. aku yang sendiri.

Bandung, 4 Februari 2010
Fitriani

Fajar Berbintang

Aku mendengar dengan jelas langkah-langkah kakiku di Jalan Cilengsar. Langit penuh bintang, dengan bulan sabit yang berpendar... indah... diwarnai jingga fajar di arah timur. Dingin... suasana yang sangat kurindukan... yang tak pernah ada selain di tempat ini. aku terus melangkah semakin jauh meninggalkan pintu gerbang ICM. Pandanganku tertuju ke batas horizon yang bersemburat merah dengan siluet pepohonan di atas bukit. Inilah saat terindah yang ingin kulihat. Aku tak pernah menoleh ke belakang. aku tak ingin kakiku semakin berat.
Rabb... hati ini masih tertinggal disana, berat kakiku melangkah. aku masih ingin merasakan embun, menantikan pagi di kelas-kelas dengan dinding berwarna krem dan kusen serta lantai hijau mudanya. Aku masih ingin merasakan kobaran semangat para guru yang sedini ini telah mengamalkan ilmunya di kelas-kelas itu. Aku yang seperti ini karena tempat ini. aku yang mampu berdiri di antara hantaman badai karena tempat ini. Aku yang tak pernah menyesal telah tinggal dan meneguk manisnya ilmu di tempat ini.
Aku terus melangkah, diiringi kelebat-kelebat kenagan yang terus berputar di ingatanku.
Aku ingin tempat ini, aku tak ingin tempat yang lain. Ingin ICM, ingin terus melihat indahnya bayangan syurga yang begitu nyata.
tapi aku harus sendiri, sekarang, seperti 5 semester yang telah kujalani sendiri...tanpa bunyi bel, tanpa pengumuman dari kantor, tanpa Fajar Berbintang.
Rabb, jagakan diri hamba, agar terus mendapat sinaran cahaya di jalan-Mu, agar tak pernah tersesat di dalam kegelapan.
Rasa syukur ini tak terbatas... Atas takdir-Mu yang membuatku tinggal dan dipahat selama 6 tahun di tempat ini.
Akhirnya aku tiba di ujung jalan cilengsar... udara masih sangat dingin, namun airmataku hangat di pipi

 Cipanas, 7 Februari 2010
Fitriani

Trauma

Aku benci laki-laki selain ia yang tak meninggalkanku demi peremuan lain.
Aku ragu pada setiap laki-laki, karena yang kutemui di rumahku sendiri bukan laki-laki yang mengerti hati perempuan. Bukan laki-laki setia.

Aku perempuan, akan lemah, tak berdaya setelah ikatan pernikahan, jika hanya mampu menggantungkan hidup pada laki-laki, pada suami. Tak ada yang dapat dilakukan jika laki-laki tak setia, jika laki-laki menyakiti.

Jika dikatakan aku, perempuan, harus kuat, harus tegar dalam badai rumah tangga, aku akan kuat, seperti halnya ibuku.

Tapi jika dikatakan aku, perempuan, istri, harus diam, harus bertahan, sedangkan laki-laki, suami, menyakitiku, tak menghargaiku. Aku tak akan diam. Aku perempuan, istri, tak layak disakiti setelah seluruh jiwa dan raga diabdikan pada suami, pada laki-laki.

Aku perempuan. Akan mudah disakiti.

Jika ditanyakan padaku tentang pernikahan. Aku tak pernah ingin membahasnya. Yang kulihat dari pernikahan, tak banyak perempuan yang bahagia di tangan laki-laki. Karena tak banyak laki-laki yang memahami arti diciptakannya perempuan di dunia.

Perempuan, tak boleh terayu ucapan dan janji manis laki-laki, belum tentu ia bijaksana, ia setia. Pahamilah arti diciptakannya dirimu. Karena perempuan tak seharusnya lemah.

Laki-laki, pahamilah hati perempuan, pahamilah arti diciptakannya perempuan untuk hidup di sisimu. Bukan untuk disakiti, bukan untuk dicampakkan.

Bandung, 21 Februari 2010
Fitriani

Menjadi Embun

Masa lalu yang memuakan selalu terputar dan semakin membuatku tertekan ketika jarak tak bisa menjauhkan raga. seperti air comberan yang sangat bau tertumpah di bak mandi yang selalu kugunakan untuk membersihkan diri. masa lalu yang tak bisa lepas baunya dari tubuhku, persetan dengan cinta dan kasih sayang, yang kurasa hanya busuk dan bualan seperti mimpi buruk. aku tak ingin merasakannya di masa yang akan datang.

Pergilah masa laluku, air comberan yang bau. hanyutlah bersama sungai...sampaila di laut dan menguap. datanglah padaku ketika kau menjadi embun, yang akan menyejukanku suatu hari nanti. saat ini aku sangat tak menginginkanmu.

Bandung, 4 April 2010
Fitriani

Terjaga

Tak ada yang mampu menandingi hati untuk sebuah kejujuran. Bahkan mencintai pun tak pernah berdusta, mesti kadang tak dapat diungkapkan. Air mata yang selalu mengungkapkannya... aku masih terjaga dengan sebuah kejujuran tentang perasaan yang carut marut diiringi rasa kecewa.

aku tak dapat terlelap dengan jantung yang berdebar terlalu kencang.

Kejujuran yang memuakan...

perasaan yang tak terbantahkan...

aku luka dengan pisau yang sama.

dan aku akan terjaga hingga kebas datang dan mematikan rasa...

Bandung, 4 April 2010
Fitriani

Jalanku

Bukan kemampuanku untuk menciptakan nada-nada. Hanya kalimat-kalimat yang mampu bersenandung. Dan harapan yang tak pernah sirna.
Menikmati sebuah tujuan dan harapan untuk sampai disana.

Apa yang dapat kupersembahkan untuk sebuah perjalanan kehidupan jika hanya mampu berbicara tanpa bertindak ?

Aku memiliki tujuan, dan aku harus menjalaninya. Menjalani jalanku, tugasku. Tugas utamaku untuk sampai di tujuan.

Tak perlu mengusik jalan orang lain, tak perlu mengikuti jalan orang lain, bisa jadi ia berbelok dan menyesatkanku.

Tak perlu silau dengan mulusnya jalan orang lain disaat lubang memenuhi jalanku, karena aku akan terlatih pada akhirnya.

Tak perlu menyalahkan jalan orang lain, karena bisa jadi tujuannya berbeda.

Aku hanya butuh fokus.
Menikmati perjalan

Bandung, 9 April 2010
Fitriani

Langkah dan Waktu

Langkah-langkah menjelma menjadi ukiran kenangan yang melewati waktu dengan taat.

Setiap rasa dalam masa yang dijalani menempatkan hati pada posisi yang tak sama. Setiap hari, berlalu, lagi dan lagi. Tak berhenti, meski lelah… tapi tak ada yang dapat menjadikan alas an untuk berhenti menjalani kehidupan selain mati yang sudah ditakdirkan. Semua terus berjalan mengikuti putaran waktu…tak ada jeda bahkan saat terlelap dalam tidur.

Waktu berjalan trus kedepan…tak ada toleransi untuk kembali selain ingatan yang mampu diputar dalam memori manusia. Tegas, tak terbantahkan. Berjalan dengan angkuh, tak pernah tahu rasa lelah yang menjalaninya.

Setiap yang ditunggu perlahan ditemukan dengan konsistennya waktu berjalan. Setiap harapan menemukan jawaban pada akhirnya. Entah sesuai dengan harapan atau tidak, tapi waktu membuktikan dengan kebenaran yang ada.

Kenapa harus menunggu ? Waktu tidak akan berjalan lebih cepat atau lebih lamban. Ia tetap konsisten. Hingga tak sadar semua tlah terlewati begitu jauh…

Biarkan memori mencatat setiap langkah perjalanan menempuh waktu. Karena Sang Pencipta sangat sempurna menciptakan segalanya. Tak pernah ada kesalahan pada setiap detik yang berlalu.

Jalani saja dengan baik, jalan yang ada di depan mata. Seandainya samar, maka terangi setiap apayang akan dipijak dalam perjalanan waktu yang memang tak pernah terlihat ujungnya.

Jalani saja…maka jawaban akan menemukan diri dalam waktu yang telah ditetapkan Olehnya. Jangan hanya diam menunggu dan bermimpi. Karena itu yang membuat perjalanan waktu berkabut.

Berjalan, menemukan pertanyaan, berjalan, menemukan jawaban…
Diam hanya membuat setiap pertanyaan tak menemukan jawabannya…
Bila diam, mati saja…
Bandung 14 April 2010
Fitriani

Setia

Bukan dengan sepatah kata setia, aku menangis kali ini. melainkan merasakan kesetiaan yang sebenarnya...
Setia bukan hanya sebuah ucapan. bukan hanya perhatian. melainkan perasaaan yang dapat dirasakan. hati yang kemudian akan menilai dengan sendirinya seberapa besar kesetiaan itu dirasakan.

Bandung, 23 April 2010
Fitriani

Kapal Yang Karam

Sudah melewati tengah malam. Sudah tidak ada orang lain terbangun di komplek kost. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Tapi aku berhenti... bukan karena lelah, tapi penat. Sejenak aku merasa sangat sendiri, di kamar ukuran 3 x 3 meter yang semakin sempit ini. Aku, perempuan, anak manja, sendiri di tempat ini, di tempat yang tak jauh dari rumah ku sendiri, di tempat yang tak jauh dari rumah nenek dan saudaraku.

Hidup memang pilihan. mungkin aku memang terlahir dengan membawa kecenderungan untuk hidup soliter, bahkan dari keluargaku sendiri. Dan akhirnya pilihan membawaku ke tempat ini, bertemu orang yang tak kukenali, yang bukan kerabatku, yang bukan siapa-siapa dalam hidupku. Atau mungkin juga karena jiwaku tak pernah tentram hidup di tengah ketiadaan makna keluarga. Sehingga aku menyelamatkan diri dari kapal yang berlayar tanpa arah, yang rusak dan akan menenggelamkanku jika aku masih ada di dalamnya, dan akhirnya terdampar di tempat ini untuk memulai kehidupan baru, dan berhenti berlayar ataupun menjadi anak buah kapal. Meski terdampar, setidaknya aku tidak tenggelam dan karam bersama kapal.

Satu, dua, tiga, dan seterusnya, aku mulai mencoba menghitung dan mengingat kembali alasan apa yang membuatku berada di sini, saat ini, dengan sepi yang tiba-tiba menyerang dan membuatku rindu belaian tangan ibu pada keningku di saat akan tidur.

Aku menemukan berbagai alasan dan sebab yang semuanya bersumber pada ambisi mengejar cita-cita bersama rasa marah pada nahkoda yang menenggelamkan kapalku.

Aku hanya ingin semua orang tahu, aku bukan perempuan yang hanya akan tinggal diam ketika disakiti. Aku bukan perempuan lemah yang mampu ditekan dan dipaksa menjalani penderitaan dalam kapal laut sesat yang terombang ambing karena kebodohan nahkodanya. Aku bukan perempuan tak berdaya yang hanya bisa menjadi korban ketidakadilan oleh ulah laki-laki bejad yang merasa terhormat menyandang label seorang ayah.

Aku, lebih baik sendiri, terdampar, asing, dan kesepian. Daripada aku menderita dan terombang ambing di samudra.

Aku, ibuku, kami menyelamatkan diri dari penderitaan. Terdampar di tempat berbeda. Harusnya sudah bahagia jika saja si nahkoda bodoh itu sudah melepaskan tali kekang dari kapal yang sudah karam itu, jika saja si nahkoda bodoh itu menyadari kebodohannya, dan memecat dirinya sendiri sebangai nahkoda dan membiarkan kami bebas, melayarkan kapal lain tanpa kehadirannya yang selalu mengusik kebahagiaan kami.

Aku masih belum mengantuk...padahal tak ada satupun pekerjaan yang aku selesaikan hari ini. Aku ingin saat ini puas mengutuk kapalku yang karam.

Fitriani
6 Mei 2010

Tak Bisa Disalahkan

Bukan aku yang meminta dilahirkan sebagai perfeksionis, jadi jangan disalahkan. Seandainya bisa memilih, aku ingin menjdi orang biasa saja, rasanya aku tidak akan terlalu kesulitan seperti sekarang ini jika tidak perfeksionis.

Bukan aku juga yang meminta dilahirkan egois, jadi jangan ditanyakan. Aku ingin menjadi biasa saja, sehingga tidak perlu berambisi untuk mengejar cita-cita.

Aku ingin lelah, aku ingin berhenti menjadi ambisius. Ingin sehari saja pikiranku berhenti menyusun masa depan. Tapi tak pernah ada kemungkinan untuk itu. Pikiranku dengan sendirinya akan membuat rancangan masa depan dengan sempurna. Dan aku akan gatal untuk mempersiapkan dan menyusunnya sejak rancangan itu tercetus di kepalaku.

Seandainya aku terlahir biasa, terlahir tidak ambisius... rasanya akan sangat nyaman memiliki cita-cita menjadi seorang petani.

Aku ingin menjadi biasa, dengan keinginan biasa, dengan ambisi biasa, dengan cita-cita biasa...
karena jika biasa, aku tak perlu memenuhi keinginanku, tak perlu berambisi, tak perlu memiliki cita-cita, tak perlu berlari menyusun masa depan...tak perlu kecewa karena tidak dapat mewujudkan cita-cita.

Tapi tak bisa disalahkan, tak bisa dipungkiri, tak bisa dihakimi, aku perfeksionis, egois, ambisius... Aku merancang masa depanku denga sempurna, aku mengejar cita-citaku seperti tak ada lelah... Aku mati-matian mewujudkan masa depanku...

Tak bisa disalahkan...

Tak bisa disalahkan...

Aku menerobos batas kemampuan demi cita-cita, tak bisa disalahkan...

Aku berambisi menjadi yang terbaik... tak bisa disalahkan...

Aku terlahir seperti ini, tak bisa disalahkan, meski sekarang aku tak ingin dilahirkan seperti ini, tak ingin dilairkan perfeksionis, tak ingin dilahirkan egois, tak ingin dilahirkan ambisius...

Tak bisa disalahkan...

Bandung, 14 Mei 2010
Fitriani

Allah... Aku Mencintainya...

Allah... hanya Engkau yang kini ada, setelah sepertinya saat ini aku tak memliliki siapapun lagi untuk mendengarkan hatiku...
Aku tersungkur, berurai arimata, ketika satupun kalimat tak dapat kuungkapkan. Aku tak pandai menutupi keinginan, maka aku tak ingin berkata-kata apapun agar tak terlihat besarnya keinginan itu. aku tak ingin memandang wajah siapapun agar permintaan ini tertutupi, agar tak terbaca... agar tak terdengar oleh hati.
Salahkah memalingkan wajah agar tak bersedih karena keinginan yang mustahil...?
Salahkah aku meredam keinginan dengan diam...?

Tak bisakah aku dimengerti dengan ketakbiasaan ini ?
Adakalanya aku tak bisa berbicara untuk mengungkapkan isi hati...untuk mengungkapakn keinginan.
Bukan karena aku pengecut, tapi lebih karena aku tak ingin membebani orang yang kusayangi, yang malah tersakiti saat ini.

Aku menyadari tak ada cinta lain sebesar cinta tulusnya untukku, cinta yang seperti jalan yang tak berujung... cinta yang seperti kuku yang jika dipangkas akan terus tumbuh selamanya seumur hidupnya...cinta yang tak terbatas...

Allah... Aku mencintainya... sangat mencintainya... jangan biarkan jarak memisahkan kami...
Allah... Bahagiakanlah selalu ia yang mencintaiku ini...
Seumur hidup ini aku tak kan pernah dapat membalas semua pengorbanannya...
Allah... jangan biarkan sispapun menyakiti dan mengecewakannya lagi...

Allah... Aku menyayanginya...
Semua yang kuperjuangkan saat ini, yang membuatku terus berlari, apalagi kalau bukan untuknya...

Allah... Aku mencintainya...
Aku mencintainya...

Ijinkan aku di sisinya seumur hidupku...

Bandung, 19 Mei 2010
Fitriani

Setengah Jiwa

Aku tidak mengerti dengan jiwa...
Sejauh apapun aku pergi meninggalkan masa lalu dengan segala rasanya... setengah jiwaku masih belum kembali, terikat erat, bahkan mampu merasakan apa yang ia rasakan bersamanya...

Seperti sebuah ilusi, seperti sebuah bualan... tapi ini terlalu nyata, terlalu tidak mungkin untuk sebuah kebetulan.

Setengah jiwaku tidak kembali dari masa lalu... ia masih erat terikat bersamanya, meski semua telah bertahun-tahun usai... meski semuanya telah hampir terlupakan meski tak sempurna.

Apa cinta yang lalu itu terlalu dalam, hingga tidak dapat mengenal jarak untuk dapat merasakan perasaannya... hingga tak mengenal waktu untuk membuatnya usai...

Apa sebenarnya di alam bawah sadarku aku masih sangat mencintainya ?

Rasanya ingin sekali aku tidak peduli, tapi semua rasa, mimpi, dan ikatan yang tak terlihat ini hampir membuatku tak memiliki jiwa seutuhnya...

Mungkin belahan jiwa memang ada, ia yang membawa pergi setengah jiwaku bersamanya... dan aku berjalan dengan setengah jiwaku lagi, yang selalu dapat merasakan apa yang ia rasakan...

Meski semua telah usai...

Meski semua telah berlalu...

Setengah jiwaku tak mau kembali...

Atau memang tidak akan kembali ?
dan selamanya aku hanya memiliki setengah jiwa ini ?

Bandung, 22 Mei 2010
Fitriani

Pohon Cinta

Ada satu benih pohon cinta yang hari ini kutanam
Semoga ladang hatimu menumbuhkannya
Aku akan merawatnya setiap hari
Harapanku, benih ini menjadi pohon cinta yang besar, rindang, berbuah lebat…
Meneduhkan siapa saja yang melihat, menyejukkan sekeliling keberadaannya

Suatu hari nanti, saat pohon cinta ini meneduhkanmu, maka beri tahu aku
Suatu hari nanti, saat kau pun ingin menanam benih pohon cinta di ladang hatiku, maka tak akan ada pagar yang menghalangimu

Setiap kata adalah ungkapan hati, maka katakan segalanya agar aku tahu isi hatimu
Ladang hatimu, izinkan aku yang merawatnya, menumbuhkan pohon-pohon cinta di dalamnya
Semoga aku tidak sia-sia, karena ketenangan ini kudapat darimu

Bandung, 06 Juni 2010
Fitriani

Kehadiranmu, Light

Seperti bukan diriku ketika aku belajar mencintai orang yang tidak mencintaiku
Seolah aku tak pernah terluka sebelumnya
Apa ini keputusasaan ?
Atau keputusan bulat untuk tidak pernah bahagia ?
Bukankah aku memilih untuk dicintai ?

Mungkin karena kamu berbeda, yang kurasa bukan debaran jantung seperti orang jatuh cinta, tapi rasa tenang.

Ketenangan ini disebut apa ? Cinta ? Tapi bukan seperti cinta yang pernah kurasakan sebelumnya, aku pun tak dapat menemukan kata yang tepat untuk rasa satu ini.

Kebenarannya saat ini adalah, Light, kamu telah datang, dan aku tak lagi menunggu. Maka biarkan aku belajar mencintai. Tak peduli kau mencintaiku atau tidak, tak peduli kapan kau akan balas mencintaiku. Semoga aku tak terabaikan, karena aku tak mengabaikan kehadiranmu.

Aku bukan sisa masa lalu, aku adalah masa sekarang dan masa depan.
Terimakasih karena akhirnya telah hadir dan megizinkan aku belajar mencintai.

Memang bukan aku ketika dapat mengalah, tapi aku meredam keegoisan dan tinggi hatiku saat kau hadir. Karena ketenangan yang kau berikan dari setiap kata yang mungkin tak kau sadari. Aku dapat tertundukkan karena kesederhanaan yang kau miliki.

Bandung, 7 Juni 2010
Fitriani

Hidup dan Tua Disisimu

Setiap manusia memiliki takdirnya sendiri... dan tak ada yang dapat mengubahnya sekalipun orang yang sangat mencintainya.

Aku, manusia, entah hidup sampai kapan. Entah dimana perjalananku berakhir... hanya saja aku ingin mencintaimu sampai hari itu tiba, sampai hidupku berakhir pada kematian...

Mungkin tidak mudah menumbuhkan cinta di hatimu, tapi semoga kesungguhan dan ketulusan akan menumbuhkannya...

Aku tidak ingin bermain-main dengan perasaan. Aku telah memutuskan untuk mencintai orang yang tidak mencintaiku, maka konsekuensi terberat yang harus aku terima adalah tidak dicintai...

Maka, Light..., semoga hatimu terbuka, dan menerima satu demi satu perasaan yang aku sampaikan, agar kau mengerti seperti apa keangkuhanku roboh ketika aku menemukanmu...

Aku ingin hidup dan menjadi tua di sisimu. Ingin tetap bersama hingga tubuh menjadi renta, hingga rambutku memutih...

Semoga aku tidak terabaikan...

Bandung, 8 Juni 2010
Fitriani

Tuhan, Izinkan Aku

Tuhan, izinkan aku mencintainya...
Jauhnya jarak yang akan akan segera kutemui, yang mungkin memberi makna tentang cinta yang sesungguhnya...

Tuhan, jagakan aku dalam perasaan cinta ini
Aku tidak kuasa atas takdir-Mu

Aku percayakan segalanya pada-Mu.
Hatinya... Kau yang mengaturnya...

Setidaknya dia tahu, Aku memohon pada-Mu...
Setidaknya dia tahu, hatiku cenderung padanya...

Bandung, 8 Juni 2010
Fitriani

Menemukanmu

Aku, manusia. Hanya mampu menjalani kehidupan ini tanpa tahu dimana akan berakhir...
Satu persatu hal tentang hidup aku pahami... bukan sekedar pengetahuan yang membuatku menjadi mengerti, tapi waktu yang akan menjelaskannya secara sempurna dan membentuk sebuah pemahaman diri.

Bukan satu dua kali aku menangis dan ingin menyerah memikul takdir ini, tapi mungkin puluhan kali, ratusan kali... tapi aku ternyata tidak pernah menyerah...

Aku tahu, selalu ada langit yang cerah seusai badai... Aku mengerti keindahannya...

Kehilangan bukan hanya aku rasakan sekali, bukan hanya aku rasakan di satu hal kehidupanku, aku banyak kehilangan... hingga tak pernah tahu apa yang masih kumiliki...

Badai, dan kehilangan itu sirna, Light... Aku sepenuhnya sempurna ketika aku menemukanmu...

Seolah aku tahu kau akan hadir, Light... maka aku tak pernah menyerah dalam badai dan kehilangan.
Seolah aku tahu kau ada, Light... maka aku terus mengarungi waktu...
Seolah aku tahu akan menemukanmu, Light... maka aku terus hidup...

Aku menemukanmu, Light...
Aku menemukan separuh nyawa kembali...

Maka, diamlah sejenak untuk mengerti tentang lamanya waktu yang aku lalui untuk menemukanmu.
Pahamilah sesaat untuk merasakan setengah nyawaku yang kau hadirkan.
dan tinggallah selamanya bersamaku hingga akhir waktu hidupku.

Bandung, 9 Juni 2010
Fitriani

Tersudutkan Tanda Tanya

Sepertinya setiap hari mulai saat ini akan berbeda. Kesibukan, kecanggungan karena merasa tak lebih mengenal dibandingkan orang lain, komunitas yang berbeda, waktu yang tidak memberi kesempatan, jarak yang siap terbentang, keyakinan hati yang dipertaruhkan... semuanya mendesakku untuk berurai airmata.

Keputusan yang bukan hanya sebuah keyakinan, tapi pertaruhan masa depan yang aku gambarkan...

Biarkan aku diam sejenak saat ini, agar aku tak menangis karena kecewa.

Biarkan aku menghilang saat ini, agar aku cukup bersabar menanti keterbukaan hati.

Seharusnya, seringnya terabaikan membuatku akan mudah menghadapi pengabaian berikutnya. Maka aku akan menyadarkan diri agar tetap ditakdirku.

Tapi kali ini aku yang mencintai...

Dan kurasa, tak ada satupun manusia yang ingin terabaikan...

Biarkan aku sejenak menahan sketsa masa depanku berlanjut. karena aku bukan sedang bermain. Aku sedikit tersudut oleh beberapa tanda tanya. yang salah satunya mempertanyakan kehadiranku untukmu.

Mencintai bukan sekedar berperasaan, tapi berhati.
Biarkan aku diam, mungkin hingga mati membawa perasaan dan hati.

Biarkan waktu yang membawa cinta ini untuk sampai di kesadaran hatimu yang sedang kucoba temukan.
Setahun, dua tahun, tiga tahun, empat tahun, lima tahun, aku tidak akan berhenti menunggu. Sepuluh tahun, dua puluh tahun, aku akan membiarkan kesadaran itu menghampiri dan mengobati rasa sakit. Semoga aku bisa hidup selama itu, dan semoga waktu tidak terlalu cepat membunuhku.

Meskipun pada akhirnya tak ada ynag kudapatkan selain kekecewaan dan sia-sia.
Jadi jangan tanyakan padaku 'kenapa' saat pada akhirnya aku hanya bisa diam. mungkin aku akan lelah pada saat tertentu... tapi yang sudah jelas aku pastikan, aku masih mencoba menemukan hatimu meski dalam diam dan kekosongan.

Bukankah kau ingin dicintai ?
Bukankah aku memutuskan mencintai ?

Bandung, 12 Juni 2010
Fitriani

Jawaban

Bukan sekali aku kecewa
Tapi kali ini aku menemukan jawaban dari tanda tanya yang menyudutkanku.
Tak setiap hati mampu memahami apa yang ada dalam diri ini
Selintas bukan berarti tak jelas...
Sejenak bukan berarti tidak mengerti

Biasanya waktu yang akan menuntun kembali untuk memahami yang terjadi
Maka akan aku biarkan semua terlewati

Biarkan rasa sesal yang akan sedikitnya menemukan arti satu masa ini
Biarkan aku ditemukan setelah semua terlewati sangat jauh

Biarkan aku ada untuk masa lalu yang mungkin baru akan ditemukan setelah semua terlupakan

Aku menemukannya, menemukan jawaban dari pertanyaan yang menyudutkanku tempo hari.
Aku terlalu tak biasa, maka aku hanya akan ditemukan ketakbiasaan juga.

Lalu aku menemukan hati dalam ketiadaan...
Dan telah aku dapatkan kesia-siaan dan kekosongan...

Ia ada, tapi aku tak tahu dimana.
Biar saja... yang jelas aku tahu ia ada...

Light... kau pergi bersama malam... hanya saja kau tak kembali bersama fajar hari ini
Mungkin besok... lusa... tak mengapa... toh aku akan selalu ada... toh fajar akan terus ada...

Bandung, 8 Juli 2010
Fitriani

Diantara Kecewa dan Sesal

Mungkin ia mendengarnya, apa yang aku tuliskan... merasakan apa yang aku perdebatkan dalam hati. Aku percaya akan hati yang mampu disadari dalam kekuatan pikiranku.
Saatnya nanti sudah terlambat untuk dapat memahami, dan disanalah penyesalan... Aku inin membiarkan semua terlewatkan. Biarkan semua kekecewaan luntur ditelan kebisuan waktu. Biarkan ada penyesalan... Agar mengerti tentang hati. Biarkan... Tak penting seberapa lama aku bisu dengan mata yang beku, pada akhrnya ia akan mencair menjadi airmata bila telah dimengerti. Aku, kecewa, dan penyesalan tak pernah terikat satu sama lain, karena aku bukan budak masa lalu, maka kuberikan penyesalan itu padanya... Agar ia tahu aku telah jauh terlewatkan... Aku berikan ia kekecewaan agar ia tahu aku telah jauh dari pikiran untuk dapat diingat kembali... Agar dapat memahami hati diantara kecewa dan sesal...

Bandung, 25 Juli 2010
Fitriani

Tuhan... Jagakanlah...

Tuhan... terimakasih atas cinta-Mu yang tiada pernah berakhir...
Kendatipun manusia tak mencintaiku, kecewa itu terobati karena kenyataan cinta-Mu yang mengalir deras untukku.

Tuhan... ampuni hambamu yang mungkin lalai... ampuni aku yang mungkin kerap melupakanMu dalam kesibukan duniawi.

Aku ingin dicintaiMu seumur hidupku...

Jagakanlah hati hamba...

Jagakanlah cinta hamba...

Aku tahu Kau selalu memberikan apa yang terbaik untukku.
Maka aku yakin semua adalah keputusanMu.

Namun aku tetaplah manusia biasa yang mungkin terlalu cengeng untuk sebuah takdir dan kesempatan yang tak bisa kumiliki.
Maka izinkan aku menangis saat ini... menelan kecewa akan hati dan cinta yang kuberikan pada manusia...

Izinkan aku menyesali segalanya.
Izinkan aku menyadari ketakpantasanku untuk dapat mencintai seorang manusia.
Izinkan aku mengakhiri segalanya saat ini.

Semoga cinta-Mu memberiku kekuatan...
Semoga waktu membuatku semakin dekat dengan-Mu...

Tuhan... jagakanlah aku...

Bandung, 26 Juli 2010
Fitriani

Hari Ini, Sembilan Tahun yang Lalu

Memang tak ada yang dapat dilupakan dari semua hal yang terjadi dan merubah hidupku.
Hari ini, sembilan tahun yang lalu... aku masih dapat mengingat dengan jelas tulisan tangan sederhana di atas lembaran buku... balasan dari tulisanku hari sebelumnya... tentang curahan hati yang terlalu polos dan tulus.
Meski buku itu saat ini telah menjadi abu karena kecemburuan yang tak pantas... kecemburuan yang seharusnya tak lagi ada... aku mampu merasakan hatiku kembali saat menulis di lembaran kertas buku itu...

Hari ini, sembilan tahun yang lalu... saat semua perasaan indah dimulai, aku mendapatkan hadiah kehidupan yang teramat indah... hal yang mampu membuatku seperti saat ini...

Sembilan tahun yang lalu... masih ada, aku masih bisa merasakannya...
Tiba-tiba saja saat ini aku merindukan ratusan lembar tulisan tangan yang telah kuhanguskan lima tahun yang lalu.
Aku merindukan setiap kata, setiap goresan... setiap cerita...

Semua berlalu, terasa begitu cepat... semua kehangatan hati... kebahagiaan hati... juga luka yang teramat sakit itu perlahan terbawa waktu dan tertinggal di masa lalu.

Yang tersisa dari semua itu hanya tinggal memori di dalam ingatanku yang tak pernah pudar...
Memori ini membuatku mampu merasakan kehangatan dan kebahagiaan hati yang terdahulu... juga mampu merasakan lagi luka itu...
Namun waktu telah mengubahnya menjadi sebuah hadiah terindah dalam kehidupanku, hadiah terindah tentang cinta, tentang kasih sayang, tentang kepercayaan... tentang kehidupan...

Terimakasih telah ada di kehidupanku...
Banyak hikmah yang aku ambil dari kebersamaan selama empat tahun itu...
Kini aku mandiri, mengalami berbagai perubahan, merasakan berbagai makna kehidupan...
Sendiri, dengan memori dan hati yang tangguh.
Aku tangguh melewati lima tahun ini

Bandung, 12 Agustus 2010
Fitriani

Asal Tuhan Mencintaiku

Ketika arti kata cinta mulai bias dalam ingatanku, maka biarkan aku berjalan dengan damai di tengah kehidupan.
Tak seberapa usiaku... namun kurasa teramat lelah dan ingin segera beristirahat...
Tak lagi melodi indah terdengar baik dihatiku
Mungkin kecewa yang terlalu lama,
Mungkin rasa yang akan padam sebagai manusia,

Ketika saat memejamkan mata begitu tentram, tak satupun nama terlintas, dan tak satupun ingatan tertang mereka terputar.
Aku tenang, mungkin beku, menjadi batu, dan tak lagi bisa merasa...

Cukup rasanya hanya hidup seperti ini, tak ingin terusik...
Biar tak ada cinta, asal aku hidup.
Asal aku tahu aku ada di dunia...

Biar beku, asal aku hidup...
Biar batu, asal aku ada...
Biar mati rasa, asal aku dapat bertahan...

Biarlah aku sendiri, asal Tuhan mencintaiku...

Bandung, 3 September 2010
Fitriani

Tersenyumlah

Masa yang berbatas, hari yang berlalu, dan kehidupan yang terus berjalan.
Semuanya satu, dalam diriku, dalam dirimu.
Tuhan yang memberikan skenario ini untukku, untukmu, untuknya.
Maka harus dijalani, meski perih...

Manusia memiliki batas usia yang tak ada seorangpun yang mengetahuinya, selain Tuhan.
Jalan hidup pun tak bisa diterka.
Aku pun tak tahu, tak bisa menerka jalan hidupku sendiri.
Hanya saja, aku takut kematian mendatangiku sebelum tujuan hidupku tercapai,
maka kulakukan apapun yang terbaik yang dapat aku lakukan.

Kehidupan harus terus berjalan,
entah gembira sampai perut sakit menahan tawa,
Ataupun sedih hingga mata bengkak karena tangis,
hidup akan terus berjalan jika belum sampai di batas waktunya.

Maka tersenyumlah...
Karena akupun tersenyum bukan karena tak pernah terluka
Aku tersenyum, karena aku hidup
Karena aku pernah bahagia
karena aku masih memiliki mimpi

Bandung, 7 September 2010
Ftriani

Sabtu, 08 Januari 2011

Separuh Dirimu


Saat ini aku tengah melihat separuh dirimu, yang berarti senyuman. Senyuman yang mungkin bukan untukku. Tapi aku merasa senyummu sangat indah seolah untukku. Aku terpana. Biasanya aku melihat dirimu yang sempurna, kemudian kita bersama melihat dirimu di angkasa. Aku rindu saat-saat itu. Aku rindu kehangatan yang menyeruak disekujur tubuhku ketika menyadari aku dank au memandang objek yang sama, di waktu yang sama, meski dalam tempat yang berbeda, meski dalam jarak yang jauh.
Aku menyadari sepenuhnya, aku mencintaimu. Mencintai orang biasa sepertimu. Orang biasa yang bagiku sangat luar biasa.
Tapi aku terlalu bodoh untuk mengakui segalanya. Aku terlalu tidak sempurna untukmu. Aku terlalu tidak indah untuk disandingkan dengan dirimu. Dan kau menyadari betul hal itu, hingga kau pergi menjauh. Disini hanya kebodohanku yang tetap mengharapkan bahwa fakta itu tidak benar. Aku yang membodohi diri sendiri dengan kepalsuan ini, dengan harapan bahwa suatu saat kau akan kembali dan mulai mencintaiku, membalas cintaku. Memberikan senyum seperti yang tergambar di langit malam saat ini.
Ah, aku meneteskan air mata lagi. Mendekap tubuhku sendiri dalam malam. Aku menangis di bawah langit malam yang cerah, berbintang, berbulan sabit yang berarti senyumanmu. Ah, apa mungkin kamu memang tengah bahagia tanpa kehadiranku di hidupmu ?
Dari balkon ini, aku dapat melihat dengan jelas terangnya kota, meski mataku penuh dengan air mata. Kulitku pun masih mampu menerima rangsang dinginnya angin yang menerpa, meski tubuhku terbalut rapat. Dan hatiku pun mampu merasakan sisa-sisa kenanganmu dihidupku yang hampa meski luka jiwaku begitu menganga. Aku tertolak, oleh apa yang aku harapkan akan kuterima.
Aku tidak dicintai. Dan itu cukup menyadarkan akan semua kebodohanku. Dengan harapan sia-sia yang tak berharga. Dengan segala tangis yang percuma.
Bandung, 26 Juli 2009
Purnama akan segera hadir, menggantikan Punama yang ada. Dan bulan sabit akan selalu hadir dua kali dalam satu waktu purnama. Bulan sabit pertama yang bahagia karena akan menyambut purnama, dan bulan sabit kedua yang terpaksa tersenyum karena purnama telah berlalu. Aku, adalah bulan sabit yang kedua.